Optimisme Indonesia Di Tengah Paranoid COVID-19


Hari ini saya membaca sebuah tulisan di media daring nasional (29/04/2020), bertajuk "Studi Psikologi Corona Global: Indonesia Peringkat Hope Tertinggi" oleh Christianto Wibisono atau Oey Kian Kok, adalah seorang analis bisnis terkemuka di Indonesia. Ia adalah pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia 1980.

Wibisono menyampaikan hasil "survey opinion leaders and influencers global" oleh 100 Professor psikologi dunia diprakarsai oleh Prof Dr. Pontus Leander dan Prof Dr. Dr. Jocelyn Belanger, yang dilakukan secara daring hingga 25 Maret 2020 dengan  59.504 responden, diantaranya 2.305 dari Indonesia. Survei opini dilakukan dalam rangka melihat realitas sosial nyata situasi pada masyarakat yang menunjukkan perbaikan situasi dan grafik melandai dari virulensi COVID-19.

Hasil survey menunjukkan masyarakat Indonesia cukup optimis realis, walau agak paranoid, akibat dampak pandemi COVID-19.

Terdapat kabar baik dan kabar buruk bagi Indonesia. Kabar baiknya adalah:

1. Indonesia menempati peringkat yang lebih rendah dalam hal kepercayaan terhadap teori konspirasi mengenai COVID-19, jauh lebih rendah dari China bahkan lebih rendah dari Amerika Serikat. Artinya masyarakat Indonesia tidak percaya berkembangnya teori-teori konspirasi, seperti pernyataan coronavirus sebagai senjata biologis atau bioweapon atau lahir akibat adanya jaringan internet 5G.

2. Loneliness (kesendirian) di Indonesia lebih rendah daripada Amerika Serikat, Hungaria, dan Australia. Bahkan lebih rendah daripada global.

3. Hope dan Efficacy (harapan dan kemanjuran) masyarakat Indonesia menempati peringkat 1 dan 2 dibandingkan negara-negara major lain di seluruh benua. Senada bahwa Pemerintah Indonesia optimis akan keluar dari kemelut Covid-19 ini pada bulan Juli 2020.

4. Indonesia termasuk dalam peringkat tinggi dalam respon apakah mereka memperoleh pesan dan imbauan yang jelas dan tidak ambigu terkait coronavirus. Relatif masyarakat Indonesia merasa informasi tentang corona ditangkap dengan jelas. Berita COVID-19 tanpa putus di media cetak, daring, hingga media sosial berperan besar terhadap penetrasi informasi kepada masyarakat.

5. Dibandingkan Amerika Serikat, Indonesia lebih banyak yang tinggi di emosi positif terkait COVID-19 dan lebih rendah di emosi negatif. Sekali lagi Indonesia lebih optimisan dan berpikir positif dibanding Amerika Serikat.

Sedangkan kabar buruknya adalah:

1. Mean scores paranoia Indonesia tertinggi kedua setelah Turki. Orang Indonesia cenderung mudah curigaan, terutama dengan pendatang. Lihat saja banyaknya kasus-kasus penolakan terhadap jenazah korban COVID-19 dan pengusiran dari kos-kosan bagi tenaga medis yang menangani pasien COVID-19.

2. Dibanding negara-negara major di berbagai benua, Indonesia negara peringkat 1 masih melakukan perilaku kontak secara tatap muka (bukan daring). Nah ini menjelaskan mengapa PSBB masih belum efektif. Offline masih lebih penting dibanding Online. Industri padat karya masih banyak yang beroperasi, kegiatan pasar tradisional dan bisnis hingga budaya mudik masih dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia.

Tidak ada negara yang siap menghadapi pandemi. Masyarakat Indonesia harus tetap optimis bahwa badai cepat berlalu, asal masyarakat mau melaksanakan:

1. Patuhi protokol kesehatan dan disiplin yang kuat, seperti melakukan rutinitas cuci tangan, pakai masker, jaga jarak dalam berinteraksi dan berhubungan, serta jauhi kerumunan. Penerapan total Work From Home (WFH) tanpa kecuali.

2. Pembatasan ketat terhadap sektor ekonomi, bila perlu tutup aktivitas pasar dan industri/bisnis. Presiden Nana Addo Dankwa Akufo-Addo mengatakan bahwa pemerintahnya memiliki apa yang diperlukan untuk kembali menghidupkan ekonomi, tetapi  tidak bisa lakukan menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati (29/3/2020).

3. Lakukan seluruh aktivitas secara daring dan menciptakan semangat kehidupan gotong rotong di lingkugan sekitar, seperti pemberian bantuan bagi penduduk rentan dan terdampak.

6 komentar:

  1. Optimis namun kadang menyepelekan sesuatu, sama halnya dgn bunuh diri. Sebab masih saja kita melihat warga yg sering keluar rumah tanpa tujuan yg jelas dan tanpa menggunakan masker. Kalau seperti ini. Sy malah pesimis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaaa, optimis bersyarat, minimal melaksanakan seperti saran di bagian akhir tulisan.

      Hapus
  2. Saya berusaha tetap menjaga diri dan keluarga malah banyakan menghindari berita yang aneh2 seputar corona. Malah bikin parno sendiri padahal bisa jadi itu hoax belaka. optimis pandemi ini segera berakhir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali, semakin menghindar semakin nyaman yaa ...

      Hapus
  3. kadang banyak berita yg kadang seperti menakut2i , makanya jaarng baca atau denger lagi. lebih baik kita tanam optimisme agar cepat berlalu dan menjaga klg kita dg baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya,tetap dengan protokol kesehatan dan penambahan imun, smoga kita selalu diberikan kesehatan. Amin.

      Hapus

close